Presiden Prabowo, mengeluarkan kebijakan efisiensi anggaran tahun 2025 untuk beberapa sektor di Kementrian, salah satunya pada Kemendikbudristek. Dilansir melalui Kompasiana, total anggaran pendidikan sebesar Rp724,2 triliun dalam APBN 2025 yang berjumlah Rp3.621,3 triliun, terjadi pengurangan anggaran untuk sektor strategis yaitu program Makanan Bergizi Gratis (MBG), yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan nutrisi anak-anak sekolah.
Berdasarkan APBN 2025, anggaran pendidikan yang seharusnya mencapai 20% dari total belanja negara mengalami pengurangan, seperti contohnya
- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dari Rp33,5 triliun menjadi Rp26,2 triliun.
- Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dari Rp57,6 triliun menjadi Rp43,3 triliun.
Namun justru pada 3 Januari 2025, Plt Sekjen Kemendiktisaintek Togar M Simatupang menyebut anggaran untuk tukin tidak ada dan tidak dianggarkan lagi.
Tentunya hal ini memicu kontra di kalangan mahasiswa, dan jeritan para dosen ASN yang berjuang hidup melalui pendidikan. Pada tanggal 17 Februari 2025 hingga 20 Februari 2025, BEM SI menggelar demonstrasi di seluruh Indonesia dengan tema “Indonesia Gelap”. Indonesia Gelap diartikan 100 hari lebih pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang dianggap banyak mengeluarkan kebijakan yang tidak rasional, tidak berpihak pada rakyat, dan selalu blunder.
Tak hanya itu, pengamat sosial dan pendidikan Dr. BRM Kusumo Putro S.H., M.H., juga memberikan kritik pedas terkait kebijakan tersebut. Kusumo yang merupakan lulusan S3 Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang atau Unissula dengan predikat kelulusan cumlaude, tak setuju apabila anggaran pendidikan dipangkas hanya untuk makan bergizi gratis (MBG).
“Pendidikan sudah menjadi hal utama, untuk menjadi pendidikan menjadi baik, itu kan tenaga pengajar harus diperhatikan kesejahteraannya, jangan pernah mengurangi apapun hak-hak tenaga pengajar! Kalau perlu ditambah untuk kesejahteraannya, mulai dari guru PAUD, TK, SD, SMP, SMA/SMK, sampai dosen Perguruan Tinggi, mereka yang memberikan ilmu untuk anak-anak generasi bangsa!” tutur Kusumo saat ditemui media Kamis, 20 Februari 2025.
Menurutnya, kebijakan efisiensi anggaran harus rasion dan tidak memangkas anggaran di sektor besar seperti pendidikan. Sektor pendidikan merupakan kepentingan yang utama, bahkan sebuah prioritas bagi sebuah negara.
Kebijakan efisiensi anggaran di sektor pendidikan ini berpotensi akan mempengaruhi pelaksanaan berbagai program di Kemendikti. Salah satu program yang digadang-gadang akan terimbas juga yakni program beasiswa pendidikan.
Buntut pemangkasan ugal-ugalam tersebut, BRM Kusumo juga ikut mengkhawatirkan mengenai dampak signifikan yang akan dirasakan masyarakat langsung, terutama jika pemangkasannya menyasar program beasiswa pendidikan.
“Saya menyayangkan kalau sampai ini berdampak ke beasiswa kuliah, kalau yang dipangkas beasiswanya anak orang kaya gak masalah, lah ini kalau dari orang gak mampu bagaimana? Kan ironi kalau sampai terjadi, dia hanya mengandalkan beasiswa untuk pendidikannya, artinya dia harus putus sekolah dan kuliah? Saya harap jangan sampai beasiswa pendidikan ini diganggu juga!” ujar Kusumo.
Kusumo juga memberikan ilustrasi pada Perang Dunia ke 2, saat bom Hiroshima-Nagasaki. “Pada saat pengeboman Hiroshima-Nagasaki, Kaisar Hirohito bahkan menanyakan berapa guru dan dosen yang masih hidup? Ini tandanya pemerintah Jepang sangat aktif mengangkat isu pendidikan, walaupun situasinya sudah tidak memungkinkan lagi, harusnya Indonesia yang aman, dan SDA yang kaya raya seperti ini tenaga pengajarnya lebih sejahtera!” kata Kusumo.
Kusumo berharap, pemerintah dapat mengkaji apapun terkait efisiensi anggaran yang justru malah berdampak pada sektor pendidikan. Kusumo berpesan, “Negara yang hebat itu, adalah negara yang menjamin pendidikan rakyat baik dan bermutu, menghasilkan rakyat yang cerdas, sedangkan negara terbelakang, negara yang pendidikan rakyatnya rendah dan tidak bermutu, sehingga rakyatnya bodoh, dan pastinya cenderung masuk di dalam lingkaran kemiskinan”, tutup Kusumo.