Solo – Minggu, 2 November 2025, langit begitu mendung di Kota Solo. Hujan rintik membasahi, dan duka menyelimuti warga Kota Solo. Kabar lelayu datang dari Raja Keraton Surakarta Hadiningrat yaitu Sinuhun PB XIII, yaitu dengan nama lengkap Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi yang telah berpulang pada Minggu pagi, 2 November 2025.
Kabar tersebut datang dari Kerabat Keraton Surakarta Hadiningrat Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Eddy S. Wirabhumi.
“Betul ada informasi barusan, meninggal di Rumah Sakit, saya terima informasinya pada pukul 07.40,” tutur Eddy Wirabhumi saat ditemui media.
Ditanya soal pemakaman, Eddy mengatakan pemakaman Sinuhun akan dilaksanakan dengan mengikuti tata cara adat.
Dalam catatan Forum Budaya Mataram (FBM) dan Dewan Pemerhati dan Penyelamat Seni Budaya Indonesia (DPPSBI), Sinuhun dikenal sebagai pribadi yang lembut, bersahaja, dan terbuka terhadap perubahan zaman. Ketua Umum FBM, Dr. BRM Kusumo Putra, S.H., M.H., mengenangnya sebagai sosok raja yang memahami pentingnya dialog antara adat dan modernitas.
“Sebelumnya, saya sebagai ketua umum Forum Budaya Mataram mengucapkan duka cita sedalam dalamnya untuk atas berpulangnya Sinuhun Pakoebuwono 13, semoga selalu diterima di sisi Allah SWT, dan keluarga besar Keraton selalu diberikan ketabahan. Beliau adalah pemimpin yang mengayomi, tak hanya menjaga tradisi, tetapi juga membuka pintu Keraton bagi kolaborasi dan pendidikan budaya,” tutur Kusumo.
Keraton di bawah kepemimpinannya tidak tertutup seperti dahulu kala. Beragam kegiatan adat seperti Kirab Malam 1 Sura, Grebeg Sekaten, Sedekah Mahesa Lawung, dan Sesaji Papat Kiblat Lima Pancer tidak hanya dilestarikan, tetapi juga diperkenalkan kepada publik secara lebih luas.
Sinuhun memahami bahwa pelestarian budaya bukan sekadar menjaga upacara, melainkan memastikan bahwa nilai-nilai di baliknya tetap hidup di hati generasi penerus. Oleh karena itu, beliau membuka Keraton untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah, komunitas budaya, hingga lembaga pendidikan.
Kini, setelah beliau berpulang, pertanyaan yang menggema di kalangan budayawan adalah: siapakah yang akan meneruskan jejaknya? Bagi FBM dan DPPSBI, siapapun penerusnya nanti, ia harus memiliki roh yang sama: nguri-uri budaya dengan kesungguhan, bukan hanya simbol.
“Keraton adalah pusat nilai. Jika bernilai padam, maka cahaya persahabatan pun akan redup,” tutupnya. (jen)



							












