Kasus intimidasi jurnalis semakin banyak dilakukan oleh oknum penegak hukum/aparatur negara. Seperti contohnya pada Sabtu, 5 April 2025 yang lalu. Kronologi bermula ketika para jurnalis sedang meliput agenda Kapolri di Stasiun Tawang Kota Semarang.
Saat sejumlah jurnalis hendak mengambil gambar, salah satu ajudan meminta mereka untuk mundur. Ajudan tersebut mendorong para jurnalis dengan cukup kasar.
Seorang jurnalis dari Kantor Berita Antara bernama Makna Zaezar menyingkir dari lokasi tersebut. Setelah itu, Makna tiba-tiba dihampiri oleh sang ajudan yang melakukan kekerasan. Sang ajudan memukul kepala Makna.
Setelah dipukul, ajudan itu pun mengeluarkan kata-kata ancaman terhadap beberapa jurnalis seperti “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu,” ucapnya.
Hal ini mengundang perhatian sosok pengacara kondang kota Solo, Dr. BRM Kusumo Putro S.H., M.H., yang juga pemerhati politik, sosial, pendidikan, dan budaya. Kusumo menilai aparat hukum tidak boleh melakukan hal arogansi kepada jurnalis.
“Saya sangat menyayangkan yaa, jurnalis/wartawan ini kan yang memberikan sumber informasi untuk masyarakat dan diatur dalam UU Pers, negara kita adalah negara demokrasi, semoga tidak terulang lagi lah intimidasi terhadap wartawan,” tutur Kusumo saat ditemui media Rabu (9/04/2025).
Kusumo menghimbau kepada pimpinan Akademi Kepolisian atau Akpol, untuk memberikan pendidikan moral dan etika, agar tidak terjadi intervensi dan intimidasi, tidak hanya kepada jurnalis, namun juga terhadap masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Kepolisian menjadi sorotan publik, saya harap dari pendidikan Akpol, diberikan pendidikan moral dan etika, tidak hanya pendidikan pembentukan karakter saja, agar lebih memiliki tata krama, sopan santun, justru jurnalis ini harusnya dirangkul,” papar Kusumo.
Tidak hanya untuk Kepolisian, Kusumo juga mengingatkan kepada TNI, untuk lebih humanis terhadap jurnalis, karena TNI dan Polri sendiri lahir dari rakyat untuk rakyat.
“Saya lahir dari keluarga TNI, jadi saya berharap TNI dan Polri ini bisa menjadi sahabat masyarakat, terutama jurnalis, menuju Indonesia lebih baik, jadi kalau menghadapi masyarakat harus lebih humanis,” tutup Kusumo. (jen)